NGANJUK - Satu jam sudah, AS (30), duduk di bangku ruang rapat di markas Satpol PP Nganjuk. Wajahnya tertunduk, duduknya juga tak henti-hentinya bergeser ke kiri dan kanan. Tampak sekali bahwa ibu muda ini tengah gelisah.
Jarinya tak berhenti meremas dompet mungil yang biasa digunakan untuk menyimpan saweran dari pria hidung belang. Maklum saja, sedari tadi hanya kepadanyalah sang majikan melampiaskan isi hatinya.
Malam ini, memang menjadi hari apes bagi AS. Secercah harapannya sirna dalam hitungan menit. Dua pria hidung belang yang mengantre untuk dilayani, lari tunggang langgang saat petugas Satpol PP masuk ke dalam rumah yang dihuninya bersama sang majikan atau biasa disebut mami.
Praktis, lembaran rupiah yang sudah di depan mata, lenyap begitu saja. Malangnya lagi, ibu dua anak asal Kabupaten Mojokerto ini harus menginap di ruang rapat kantor Satpol PP Kabupaten Nganjuk. Sebelum, ia dititipkan di panti rehabilitasi.
Tak henti-hentinya, AS menekuk wajahnya. Kendati petugas penegak ketertiban ini sekali-sekali menggodanya. Perasaan malu dan bayangan kedua wajah anaknya, mungkin selalu terlintas dalam pikirannya. "Saya malu, tolong jangan ambil gambar," ujar AS seraya menutupi wajahnya.
Bagi AS, dunia prostitusi merupakan hal yang baru. Dari sembilan perempuan yang ada di dalam ruangam itu, AS termasuk kategori pemula. Belum genap sebulan, ia terhanyut dalam gelapnya bisnis esek-esek. "Saya di sini baru tiga minggu, diajak teman sekampung," imbuhnya.
Alasan ekonomi menjadi satu-satunya pembenaran bagi AS menjalani profesi sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK). Biduk rumah tangganya porak-poranda setelah sang suami kecantol perempuan lain. Praktis, pemenuhan semua kebutuhan dua anaknya berada di pundaknya.
"Saya begini karena kepepet, saya baru saja cerai. Sedangkan dua anak saya sudah sekolah semua. Jadi butuh uang buat kebutuhan hidup mereka, " ungkap AS sembari menunjukan surat cerai keluaran Pengadilan Agama Kabupaten Mojokerto.
Selain kehadiran orang ketiga, AS mengaku bosan dengan tingkah suaminya. Acap kali, AS harus merasakan perih, saat tangan suaminya mendarat cepat di pipinya. "Sering kali saya ditampar dan dipukul. Kalau saya laporkan, pasti sudah dipenjara dia," paparnya.
Dalam sepekan, AS mengaku bisa mengumpulkan uang sekira Rp750 ribu. Sebenarnya, jumlah yang didapat dari para pria hidung belang yang menggunakan jasa seks AS, jauh lebih banyak. Namun, mau tak mau, Ia harus setor kepada sang mami atau mucikar yang selalu mencarikan langganan.
"Biasanya dibagi dua, 60 persen saya, yang 40 persen mami. Kalau tips beda lagi, itu tidak masuk hitungan untuk dibagi," terangnya.
Kendati demikian, kini AS hanya bisa pasrah. Sebab, ia tak dapat lagi menjajakan tubuhnya kepada pria hidung belang. Niatnya mencari uang untuk mengkhitankan anaknya justru berbuah celaka. Ia justru ikut digeladang petugas Satpol PP saat mangkal di eks lokalisasi Kandangan, Kabupaten Nganjuk.
"Saya bingung, bulan depan mau khitanan anak. Bagaimana nasib saya kalau anak saya tahu pekerjaan saya. Tolong, saya diperbolehkan pulang, saya tidak akan ke Kandangan lagi," sesalnya sembari memohon kepada petugas satpol PP yang mendatanya.
No comments:
Post a Comment